Information and Communication Technologi Clinic

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), begitulah terjemahan dari INFORMATION and COMUNICATION TECHNOLOGI (ICT). Teknologi Informasi dan Komunikasi, adalah deretan tiga suku kata yang saat ini lagi akrab dibibir orang, khususnya di lingkungan pendidikan atau kelompok birokrasi, bahkan belakangan ini, juga termasuk golongan-golongan masyarakat tertentu.

Memahami Teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya menyandarkan pada pengertian tiga suku kata di atas. Tetapi lebih dari itu harus dipahami lebih dalam, mengapa tiga suku kata itu harus dipadu menyadi satu kalimat yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran TIK. Itu mengartikan, bahwa tiga kata dasar itu, masing-masing memiliki nilai kekuatan dan pengaruh tersendiri dalam peradaban kehidupan manusia.

Sebagai bukti yang logis dari kekuatan-kekuatan itu, yakni disadari atau tidak, bahwa aktivitas yang sedang berlangsung dilakukan manusia saat ini, pada hakikatnya adalah mengelola informasi yang diterima sebelumnya. Disadari atau tidak pula, bahwa keberadaan informasi itu sendiri lahir karena adanya komunikasi. Demikian pula terhadap komunikasi, itu dapat terjadi karena tidak lepas dari media (teknologi) sebagai alat pengantar maksud dan tujuan.

Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, maka ICT atau TIK yang menjadi medan garapan ilmu pengetahuan dari ICT CLINIC di SDN 1 Tilote adalah; Teknologi Informasi dan Komunikasi, BUKAN “Informasi Komunikasi dan Teknologi“. Hal ini cukup beralasan, karena informasi komunikasi dan teknologi, pengertiannya adalah informasi tentang komunikasi dan informasi tentang teknologi. Dengan demikian informasi komunikasi dan teknologi, hanyalah terbatas pada pengetahuan saja, dan bukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sifat dari informasi komunikasi dan teknologi, mudah ditemui atau diperoleh, hanya dengan cukup nonton televisi, dengar radio, maupun baca koran saja.

Sedangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah identik dengan ilmu pengetahuan. Yaitu teknologi tentang informasi dan teknologi tentang komunikasi. Karena itu pula, teknologi informasi dan komunikasi tidak terbatas pada pengetahuan saja, tetapi justru berada pada level garapan sebuah studi “ilmu pengetahuan”. Dengan sendirinya, untuk menguasai teknologi informasi dan komunikasi, tidak semudah kita nonton televisi, dengar radio, ataupun baca koran. Melainkan diperoleh hanya melalui teori dan praktek pendidikan tertentu saja.

Pada unsur kata Teknologi, Informasi, Komunikasi inilah, mengapa ICT Clinic harus dihadirkan ditengah-tengah para anak didik sekolah yang ada di SDN 1 Tilote. Dengan TIK ini, para anak didik akan diarahkan pada pengenalan, penguasaan, dan pembentukan peradaban teknologi yang berbudaya.

Pengenalan, penguasaan, dan pembentukan peradaban teknologi pada tingkat anak didik ini, dimaksudkan karena alasan dinamika dunia pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menuju pada suatu jenjang peradaban dunia pendidikan dan kehidupan yang lebih baik, ICT Clinic khususnya di SDN 1 Tilote telah memiliki “TAKTIK”. Artinya; Tidak Ada Kehidupan yang baik (peradaban), tanpa menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Muhajirin AHM

Kamis, 25 Juni 2009

UU BHP ubah Posisi Guru

Dibuat Perjanjian Kerja Sebelum Bekerja

Posisi guru dalam satuan pendidikan akan berubah seiring dengan dilaksanakannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Guru harus semakin kritis dan mampu berorganisasi agar tidak lemah dalam struktur badan hukum pendidikan.

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) mengamanatkan pendidikan dan tenaga kependidikan membuat perjanjian kerja dengan pemimpin organ pengelola BHP pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

”Karena pengangkatan berdasarkan perjanjian dengan BHP, semakin jelas posisi guru sebagai tenaga kerja yang seharusnya ikut merujuk kepada undang-undang ketenagakerjaan,” ujar Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman, Rabu (21/1).

Guru sebagai tenaga kerja tentu berhak mendirikan serikat pekerja. Suparman berpendapat, guru yang tergabung dalam serikat pekerja itu yang seharusnya nanti duduk sebagai perwakilan pendidik dan tenaga kependidikan dalam organ representasi pemangku kepentingan.

”Jika konsekuen undang-undang tenaga kerja itu diterapkan, hak-hak guru sebagai pekerja mestinya terlindungi,” kata Suparman.

Guru, misalnya, punya hak mendapatkan upah di atas UMR (upah minimum regional), mendapat Jamsostek, termasuk mendirikan serikat pekerja dan hak mogok mengajar.

Gaji minim

Menurut Suparman, sudah menjadi rahasia umum apabila masih banyak guru non-PNS di Indonesia yang kesejahteraannya masih minim, bahkan mendapat upah di bawah UMR buruh.

Dari sekitar 1,3 juga guru swasta yang ada di Indonesia, menurut Suparman, sekitar 70 persen di antaranya diperkirakan belum memiliki kesejahteraan yang layak.

Beberapa guru honorer memiliki penghasilan hanya Rp 200.000-Rp 300.000 per bulan serta sebagian sisanya tidak memiliki jaminan sosial dan fasilitas tunjangan pendidikan lain.

Status yayasan

Secara terpisah, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bandung Moch Said Sediohadi menuturkan, sejak awal pembahasannya, BMPS telah tegas menolak UU BHP.

Menurut dia, UU BHP akan kian menambah keruwetan di bidang pendidikan, khususnya yang terkait kewenangan yayasan dan sekolah swasta.

Moch Said Sediohadi mengatakan, sekarang persoalan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 dan PP No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan belum aman. Belum lagi menyesuaikan diri dengan UU Yayasan dan ketentuan pelaksanaanya, PP No 63/2008.

”Sekarang masih banyak yayasan yang belum menyesuaikan dengan PP ini dan jadi masalah. Sekarang tambah ruwet lagi dengan adanya UU BHP,” ujarnya. Selain prosedur yang berbelit-belit, implementasi UU BHP yang menuntut pengalihan status lembaga dan aset dikhawatirkan berimplikasi pada biaya pendidikan.(INE/JON)

Sumber: Harian Umum Kompas

0 komentar: